Dulu
aku malu dengan Rambutku yang putih itu, namun setelah aku mengetahui
nenek moyangku siapa, aku menjadi bangga. Walaupun nenek moyang ku hanya
menjadi cerita masa lalu namun kisahnya tetap tersimpan rapi sampai ke
anak cucunya.
Datu wangau gelar dari moyangku,, pemimpin dari kelompok perampok yang bernama tane runtun, kelompok perampok yang paling ditakuti disepanjang aliran sungai barito dari kalahien sampai buntok, pada masa lalu.
Datu Wangau bukan albino (wangau dalam bahasa dayak Ma'anyan berarti Albino) tetapi kata wangau diberi gelar kepada beliau dikarenakan seluruh rambut dan bulu yang ada ditubuhnya berwarna putih semua.
Datu wangau gelar dari moyangku,, pemimpin dari kelompok perampok yang bernama tane runtun, kelompok perampok yang paling ditakuti disepanjang aliran sungai barito dari kalahien sampai buntok, pada masa lalu.
Datu Wangau bukan albino (wangau dalam bahasa dayak Ma'anyan berarti Albino) tetapi kata wangau diberi gelar kepada beliau dikarenakan seluruh rambut dan bulu yang ada ditubuhnya berwarna putih semua.
begini ceritanya :
Desa Buntok yang dahulunya merupakan pusat perdagangan besar serta desa buntok memiliki pelabuhan dan dermaga yang ramai didatangi oleh para saudagar kaya dari kerajaan banjar, maupun dari cina dan arab. namun saat itu Desa Buntok (sekarang kota
buntok, kecamatan dusun selatan kabupaten barito selatan) dan sekitarnya menderita kemiskinan, hal ini diakibatkan karena perdagangan tidak lagi terfokus di
desa buntok, para saudagar kaya raya sudah tidak tertarik dengan desa Buntok, mereka lebih tertarik berlabuh ke arah muara teweh dan purukcahu, para pedagang
baik dari kerajaan banjar, maupun dari cina dan arab hanya singgah sebentar saja di desa Buntok, dan mereka langsung berangkat ke muara teweh dan purukcahu.
Hal itu dikarenakan rumor yang mengatakan di daerah Muara teweh dan purukcahu kaya akan emas, emas yang melimpah dan kabarnya disana adalah kampung yang kaya raya selain emas juga dengan hasil bumi,
rempah-rempah dan itu menurut para saudagar sangat menguntungkan para mereka untuk saling barter.
Desa buntok sudah ditinggalkan, tidak ada yang tertarik, pelabuhan besar ditepi sungai barito hanya menunggu waktu untuk hancur atau hanya sekedar tempat pelabuhan biasa
dengan pasar rakyat atau dalam bahasa dayak Ma'anyan disebut ERAU atau pasar yang hanya berjualan kurang lebih satu jam saja. akibat hal itu tidak ada perkembangan di desa buntok yang ada hanyalah kemiskinan. para pedagang dari perkampungan
dayak maanyan, yang datang kedesa buntok untuk menjual hasil bumi, yang berharap hasil bumi mereka dibeli sekarang tidak
laku terjual bahkan barter dengan pedagang dari kerajaan banjar yang
adalah orang se turunan. Hasil bumi di buntok tidak dilirik lagi oleh para pembeli
dan saudagar kaya, mereka lebih memilih melirik emas. oleh hal ini lah penduduk
dayak maanyan jatuh miskin, yang pada akhirnya kemiskinan meraja
rela di desa buntok dan sekitarnya bahkan di seoantero tanah Ma'anyan, karena di desa buntok saat itu merupakan tempat sentral perputaran ekonomi bagi masyarakat dayak maanyan.
melihat kejadian tersebut, membuat Sekelompok pemuda berkumpul dan dengan segera mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah itu,
perkumpulan itu di pimpin oleh seorang pemuda yang memiliki rambut putih
dan bulu dibadannya pun putih, ia adalah keturunan dari Dohong , dohong
adalah orang pertama yang membangun desa buntok ketika masa nomaden
dari paju epat untuk mencari tempat baru, yang kemudian bermukim
dibuntok dan mendirikan perkampungan hingga sekarang menjadi kota
buntok. Ia tampil sebagai pemimpin dalam perkumpulan itu,
dan dari perkumpulan itu muncul sebuah kesepakatan, yaitu mereka akan turun untuk merampok dan membunuh siapa saja yang melewati buntok ke arah muara teweh dan
purukcaru. dalam perkumpulan itu kemudian disepakati nama untuk kelompok mereka serta sebagai peringatan keras bagi siapapun yang melewati buntok dan nama kelompok ini adalah TANE RUNTUN, dengan
pemimpin yang bergelar DATU WANGAU.
Kelompok perampok tane runtun ini
menargetkan sasaran yaitu para pedagang dan saudagar yang datang melewati desa buntok dari kerajaan
banjar, cina bahkan arab kearah muara teweh dan purkcahu, tempat mereka merampok di sepnjang sungai barito antara desa buntok dan desa kalahien.
aski kelompok perampok TANE RUNTUN yang di pimpin oleh Datu Wangau pun dimulai, Ketika pada pedagang dan saudagar berlabuh dengan kapal
melewati sungai barito di wilayah desa buntok, Tidak ada yang selamat baik kapal, barang maupun
manusia, barang mereka di ambil, kapal mereka dibakar dan ditenggelamkan, dan siapapun yang ada didalam kapal dibunuh semua tanpa meninggalkan sisa kehidupan sedikitpun. begitu seterusnya siapapun yang melewati sungai barito di wilayah desa buntok akan mengalami nasib yang mengerikan.
Rumor tentang sadisnya kelompok perampok yang bernama Tane Runtun ini akhirnya sampai ke raja kerajaan banjar. Raja kerajaan banjar pun mungutus para prajurit kerajaan banjar untuk memburu para perampok serta menangkap hidup atau mati pemimpin kelompok dari kelompok perampok ini. Usaha menjaring angin, para prajurit kerajaan banjar baik menggunakan kapal dan bergerilia masuk kehutan desa buntok tidak ada yang kembali, mereka hilang secara misterius. kelompok perampok tane runtun sudah menjadi berita yang sangat menakutkan bagi para pedagang dan saudagar yang ingin pergi ke arah muara teweh dan purukcahu. melihat keadaan yang begitu rumit, serta akibat dari imbas kelompok tane runtun ini kerajaan banjar mengalami penurunan pajak dari para saudagar, maka dikumpullah para saudagar oleh raja kerajaan banjar untuk mencari solusi dan jalan keluar atas peristiwa perampokan yang mengerikan didaerah aliran sungai barito di desa buntok. Dari hasil pertemuan raja kerajaan banjar dan para saudagar, mereka meminta kepada datu wangau dan para perampok tane runtuh untuk menyudahi perampokan yang sudah membuat rugi para saudagar, baik kerugian harta benda bahkan nyawa. dan mereka meminta untuk berdamai, serta memberikan apapun yang diinginkan oleh datu wangau agar mereka bisa melewati desa buntok. Datu wangau pun menyetujui permintaan raja kerajaan banjar untuk menghentikan perampokan, dengan syarat raja, saudagar dan pedagang harus tetap memperhatikan desa buntok yang adalah pelabuhan perdagangan, dan pusat dari perekonimian masyarakat dayak maanyan, karena desa buntok merupakan tempat mengadu nasib ratusan bahkan ribuan penduduk dayak maanyan, yang datang dari seluruh tanah maanyan untuk berdagang mencari rejeki untuk hidup dan menghidupi keluarga mereka. raja pun menyetujuinya, sejak dari perjanjian damai itu datu wangau berserta kelompok tane runtun menghilang untuk selama-lamanya, desa buntok kembali sejahtera. Perdagangan kembali seperti sedia kala, tak ada lagi kemiskinan di wilayah tanah maanyan. Inilah kisah nenek moyang ku, si datu wangau pemimpin kelompok perampok tane runtun.
Rumor tentang sadisnya kelompok perampok yang bernama Tane Runtun ini akhirnya sampai ke raja kerajaan banjar. Raja kerajaan banjar pun mungutus para prajurit kerajaan banjar untuk memburu para perampok serta menangkap hidup atau mati pemimpin kelompok dari kelompok perampok ini. Usaha menjaring angin, para prajurit kerajaan banjar baik menggunakan kapal dan bergerilia masuk kehutan desa buntok tidak ada yang kembali, mereka hilang secara misterius. kelompok perampok tane runtun sudah menjadi berita yang sangat menakutkan bagi para pedagang dan saudagar yang ingin pergi ke arah muara teweh dan purukcahu. melihat keadaan yang begitu rumit, serta akibat dari imbas kelompok tane runtun ini kerajaan banjar mengalami penurunan pajak dari para saudagar, maka dikumpullah para saudagar oleh raja kerajaan banjar untuk mencari solusi dan jalan keluar atas peristiwa perampokan yang mengerikan didaerah aliran sungai barito di desa buntok. Dari hasil pertemuan raja kerajaan banjar dan para saudagar, mereka meminta kepada datu wangau dan para perampok tane runtuh untuk menyudahi perampokan yang sudah membuat rugi para saudagar, baik kerugian harta benda bahkan nyawa. dan mereka meminta untuk berdamai, serta memberikan apapun yang diinginkan oleh datu wangau agar mereka bisa melewati desa buntok. Datu wangau pun menyetujui permintaan raja kerajaan banjar untuk menghentikan perampokan, dengan syarat raja, saudagar dan pedagang harus tetap memperhatikan desa buntok yang adalah pelabuhan perdagangan, dan pusat dari perekonimian masyarakat dayak maanyan, karena desa buntok merupakan tempat mengadu nasib ratusan bahkan ribuan penduduk dayak maanyan, yang datang dari seluruh tanah maanyan untuk berdagang mencari rejeki untuk hidup dan menghidupi keluarga mereka. raja pun menyetujuinya, sejak dari perjanjian damai itu datu wangau berserta kelompok tane runtun menghilang untuk selama-lamanya, desa buntok kembali sejahtera. Perdagangan kembali seperti sedia kala, tak ada lagi kemiskinan di wilayah tanah maanyan. Inilah kisah nenek moyang ku, si datu wangau pemimpin kelompok perampok tane runtun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar