Sabtu, 16 Maret 2019

ANAK LAKI-LAKI BANGSA MA'ANYAN ITU BERGELAR ANAK NANYU

Terlahir sebagai laki-laki bangsa Ma'anyan, secara sadar atau tidak sadar, ia memiliki tanggung jawab yang besar, baik kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa Ma'anyan itu sendiri. Oleh tanggung jawab yang besar itu lah, laki-laki Ma'anyan mendapatkan gelar kehormatan sejak ia lahir ke dunia, gelar kehormatan laki-laki bangsa Ma'anyan adalah sebagai ANAK NANYU. ANAK NANYU itu sendiri jika diartikan kedalam bahasa Indonesia yaitu, ANAK artinya anak dan NANYU artinya Halilintar, jadi ANAK NANYU berarti anak halilintar. tanggung jawab yang sangat berat itu harus lah seorang laki-laki bangsa Ma'anyan mampu menjalaninya, oleh karena itu laki-laki  bangsa Ma'anyan harus kuat, pemberani, dan gagah perkasa, sama seperti halilintar yang menyambar dan bergemuruh, yang membuat seantero jagad raya ini ketakutan. Sekali lagi, lahir sebagai laki-laki bangsa Ma'anyan ini bukan perkara mudah. Seperti tanuhui (Cerita) dibawah ini yang menggambarkan betapa beratnya tugas seorang anak laki-laki bangsa Ma'anyan.

Tanuhui :
"Sejak anak laki-laki bangsa Ma'anyan dikandung sang ibu, anak laki-laki itu sudah di tanya oleh sang pencipta,"Apakah kamu siap untuk hidup di dunia luar sana? Kalau kamu tidak siap maka kembalilah ke padaku, namun jika kamu siap, Aku berikan rejeki dan genggam lah erat di dalam genggaman tangan kiri dan kanan mu, jika kamu benar-benar sudah siap "TAMPAK HAUT WANAWANG IRU" atau dalam bahasa Indonesia, tendang lah pintu itu dengan seluruh kekuatan mu dan keluarlah. Dan ketika si anak NAMPAK atau menendang pintu itu dan keluarlah, ketika separuh matanya keluar, si anak pun terkejut ketika melihat bepata indahnya dunia yang sang pencipta katakan tadi, karena si anak terkejut  itulah menyebabkan kedua genggaman tangan nya terbuka, yang menyebabkan rejeki yang sudah sang pencipta berikan berterbangan ke seluruh dunia, si anak itupun menangis dengan sekeras-kerasnya, tangisan itu mengisyaratkan bahwa si anak itu sadar bahwa  tugasnya di dunia adalah mengumpulkan lagi rejekinya itu dengan bekerja keras, sampai terkumpul dan kembali lagi ke pada sang pencipta".

Dari tanuhui di atas itu lah menceritakan, beratnya beban terlahir sebagai seorang laki-laki bangsa Ma'anyan ini, tangisan pertama ketika si anak lahir itu lah yang menyebabkan hati sang Pencipta tersentuh, sang pencipta pun memberikan ruh suci untuk menjaganya dari marabahaya, dan dengan di berikannya ruh suci itu, maka si laki-laki bangsa Ma'anyan ini bisa memanggil ruh suci itu untuk meminjamkan kekuatan yang juga berasal dari sang pencipta.
tugas yang berat selanjutnya yaitu mengumpulkan rejeki nya yang sudah berterbangan ke seluruh dunia ketika genggamannya yangterbuka setelah kagum melihat indahnya ciptaan Tuhan, maka dari itu jangan heran jika laki-laki bangsa Ma'anyan ini adalah seorang laki-laki yang pekerja keras dan gigih. maka oleh pekerja keras dan gigih ini lah menjadikan seorang laki-laki Bangsa Ma'anyan itu mampu mengumpulkan rejeki yang sudah dititipkan oleh yang Kuasa dan laki-laki bangsa Ma'anyan ini banyak yang sukses dan kaya raya. maka oleh itu, pantang bagi seorang laki-laki Bangsa Ma'anyan untuk mejadi Pengemis. 
Tetapi, Walaupun beratnya tanggung jawab seorang laki-laki bangsa Ma'anyan ini, mereka adalah orang yang penyabar dan rendah hati, serta mereka ini sangat setia, dan sangat ideal sebagai suami, karena laki-laki bangsa Ma'anyan ini "MANUWU NELANG BA ALIMU", TAMPAN DAN SAKTI.

DITULIS OLEH : WAHYU HADRIANTO, S.TH

Minggu, 10 Maret 2019

PUSAKA KEDAMUNGAN DAYU " GELANG GANER DAN WATU MARUEI"

A. KEDAMUNGAN DAYU
Kerajaan Kedamungan Dayu merupakan Kerajaan pertama yang berdiri di wilayah baru bangsa Ma'anyan, wilayah baru tersebut yaitu Banua Lima, Kampung Sapuluh dan Paju Epat, dan merupakan kerajaan kedua setelah kerajaan NANSARUNAI. Berdirinya kerajaan kedamungan dayu itu sendiri bermula ketika beberapa penduduk dari Paju epat memutuskan untuk membangun sebuah tempat baru dan terpisah dari Paju epat, tempat baru tersebut kemudian dinamakan DAYU LASI MUDA (sekarang desa Dayu kecamatan karusen janang kabupaten Barito Timur). perkembangan didaerah Dayu Lasi Muda semakin hari semakin berkembang pesat. muncul suatu gagasan sekaligus harapan dari penduduk Ma'anyan Dayu Lasi Muda untuk memanggil para Uria dan patis yang kemudian bermusyawarah bahwa, dalam musyawarah itu penduduk Ma'anyan dari Dayu Lasi Muda ingin membangun sebuah Kerajaan Ma'anyan di wilayah Ma'anyan yang baru itu, dengan mengangkat DAMUNG sebagai Raja, dan dengan berdirinya kerajaan baru ini pula ditawarkan model kepemimpinan baru ditanah Ma'anyan. Jika dimasa lalu kerajaan Bangsa Ma'anyan yang bernama kerajaan NANSARUNAI di pimpim oleh Raja yang bergelar DATU untuk laki-laki dan Permaisuri bergelar DARA. Maka, Kerajaan baru ini DAMUNG sebagai RAJA yang berkuasa. Dengan persetujuan dan restu dari para Uria dan Patis, segera dibangunlah sebuah kerajaan Ma'anyan di wilayah tanah Ma'anyan baru, karena DAMUNG sebagai Raja yang memimpin maka kemudian Kerajaan baru ini dinamakan KEDAMUNGAN DAYU, dan Kedamungan Dayu terpisah dari Paju epat, Banua lima dan kampung sapuluh, dan Kedamungan Dayu disebut sebagai PAJU ISA. kenapa dinamai dengan paju isa? karena mengingat pesan dari PANGUNDRAUN PITU saat berada di DANAU HALAMAN bahwa bangsa Ma'anyan diharapkan jangan membangun lagi sebuah kerajaan Ma'anyan, karena salah satu alasan jika terjadi peperangan seperti yang terjadi di Kerajaan NANSARUNAI, bangsa Ma'anyan belum tentu mampu bertahan dan melawan, bahkan bisa jadi Bangsa Ma'anyan akan musnah (GENOSIDA) tanpa tersisa satupun yang hidup oleh musuh yang tidak tahu kapan dan dimana saat mereka menyerang. cukup lah bangsa Ma'anyan hidup dalam wilayah Banua Lima, Kampung Sapuluh dan Paju Epat. jadi, Paju Isa ini lah yang kemudian dibentuk dan terpisah dari tiga wilayah besar Ma'anyan yang sudah di rancang oleh Pangundraun Pitu, agar di bangunnya kerajaan baru ini tidak merusak rancangan yang sudah disusun oleh para Pangundraun Pitu, serta dibentuknya Paju Isa ini untuk menghormati para Pangundraun Pitu. kedamungan Dayu ini kemudian mengangkat seorang Damung sebagai Raja Kedamungan Dayu dan memiliki singgasana yang bernama lewu hante. Namun, Damung-Damung kemudian yang dipercayakan menjadi seorang Raja yang memimpin di Kerajaan KEDAMUNGAN DAYU adalah keturunan dari Damung sebelumnya. Tidak dari keturunan Damung diluar silsilah keturunan KEDAMUNGAN DAYU. Damung pertama yang menjadi raja di kedamungan dayu adalah bernama URIA BIRING yang kemudian bernama DAMUNG ULUI UNDRO yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah Damung yang turun dari khayangan (Ului = turun, Undro = khayangan). setelah Damung Ului Undro menjadi raja di kedamungan dayu, damung Ului Undro juga mempunyai tugas suci karena, Damung Ului Undro merupakan satu dari tujuh URIA (URIA PITU), mereka adalah orang-orang pilihan yang dipilih langsung oleh pangundraun pitu untuk membawa tugas suci yaitu membawa Hukum Adat Ma'anyan, Hukum Adat Ma'anyan tentang Kehidupan dan Hukum Adat Ma'anyan tentang Kematian kedaerah dimana tempat para Uria dan Patis Berdiam, begitu juga Damung Ului Undro membawa Tugas suci itu ke Dayu Lasi Muda, tugas suci ini diberikan ketika perpisahan besar di daerah terakhir tempat berkumpulnya seluruh keturunan dan masyarakat dari kerajaan NANSARUNAI, sebelum berpisah menuju tempat yang baru, dengan harapan adanya kedamaian dan kesejahteraan disana. daerah itu bernama DANAU HALAMAN. perpisahan besar itu kemudian dinamakan URIA PITU DAN PATIS EPAT PULU (URIA 7 DAN PATIS 40), dan nama itu menjadi abadi dalam sejarah perjalanan Bangsa Ma'anyan.

B. GALANG GANER DAN WATU MARUEI
Salah satu pusaka keagungan kedamungan dayu adalah gelang ganer dan watu maruwei, Pusaka adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan suatu benda yang dianggap sakti atau keramat. Biasanya benda-benda yang dianggap keramat di sini umumnya adalah benda warisan yang secara turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang. watu maruwei itu berbentuk sebuah batu yang tersembunyi di dasar sungai dayu tepatnya di daerah yang bernama lubuk wenu yang konon hanya orang-orang yang sudah terpilih mampu mengangkatnya, serta saat mengangkat watu maruei, watu maruei tidak boleh terangkat sampai keluar dari air, karena jika keluar dari air maka akan terjadi malapetaka (dalam bahasa Ma'anyan disebut rume) sedangkan gelang ganer tergantung rapi ditiang soko guru atau tiang tengah, yang tepat berada dibawah guci/belanai/bangah tempat berdiamnya tokoh Ma'anyan kedamungan dayu yang bernama ABEH, di dalam balai Abeh yang berada di daerah yang bernama pulau amie.

C. PERAN GALANG GANER DAN WATU MARUEI UNTUK KEDAMUNGAN DAYU
Pada masa lalu kedua pusaka ini sangat menentukan bagi para pendekar dari kedamungan dayu untuk pergi berperang, kedua pusaka ini merupakan tempat seleksi siapa yang dianggap mampu untuk berangkat berperang. Sebelum berangkat untuk berperang, para pendekar harus diuji terlebih dahulu yaitu para pendekar memasukan tangan kedalam gelang ganer yang ada di balai abeh, jika tangan masuk maka pendekar tersebut diperbolehkan untuk berangkat berperang, sedangkan jika tangan si pendekar tidak bisa masuk kedalam galang ganer, maka sipendekar itu dipersilahkan dengan hormat untuk mengurungkan niatnya untuk berangkat berperang, setelah dilakukan seleksi di balai abeh, para pendekar yang sudah lulus seleksi dan dipercaya dapat pergi berperang, dengan restu dari damung, para pendekar ini langsung terjun ke sungai dayu di daerah yang bernama lubuk wenu untuk mengangkat watu maruwei yang berada didasar sungai, guna dari watu maruei ini adalah sebagai tempat para pangkalima mengasah senjata ama'ng atau mandau mereka sampai setajam-tajamnya. Setelah para pendekar selesai mengasah ama'ng atau mandau mereka di watu maruei, mereka kembali menghadap damung yang sebagai raja dari kedamungan dayu untuk melakukan ritual memohon restu para leluhur serta memohon perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa agar para pendekar yang sudah siap berangkat berperang selalu dilindungi, setelah semua selesai, para pendekar siap untuk berangkat berperang.
DITULIS OLEH : WAHYU HADRIANTO, S.Th

Rabu, 06 Maret 2019

"JUWUNG SALELEI / JUWUNG MAPUI" (peperangan dan pembantaian mengerikan dalam sejarah Paju epat)

Ketika acara ijambe dikampung telang yang sekarang masuk kedalam kecamatan paju epat kabupaten barito timur, baik laki-laki dan perempuan, orang tua, anak-anak, pemuda, dewasa siapapun yang datang dari segala penjuru tanah Ma'anyan baik dari Paju epat maupun Banua lima dan kampung sapuluh dan keluarga besar dari keturunan GUSTI sebagai keturunan langsung dari kerajaan Banjar dan yang mewakili dari Kerajaan Banjar beserta seluruh masyarakat Banjar, mereka ikut datang dan ikut ambil bagian dalam acara ijambe ini, namun ditengah acara ijambe itu, tidak ada yang mengetahui dan menyadari bahwa mereka sedang di intai oleh bala seratus atau kayau / pemburu kepala yang sudah siap menyerang. Seketika teriakan perang dari dalam hutan menggelegar, penyerang membabi buta, membunuh siapapun yang ada, para pemuda tak mampu melawan, para pangkalima tak mampu berbuat banyak, mereka merasa lemah dan pasrah. Teriakan kesakitan mengaung, rintihan kesakitan dimana-mana, semua hanya ada darah dan terlihat mayat yang tak utuh bergelimpangan dimana-mana. orang-orang hanya mampu berlari ke dalam balai ijambe untuk bersembunyi, yang pada akhirnya menunggu giliran untuk dibunuh. ditengah kemelut yang mengerikan itu, seorang nenek tua renta meminta untuk diangkat keatas, keatap balai ijambe, semua orang didalam balai kebingungan atas permintaan nenek itu. nenek itu meminta dengan tertatih tatih akibat usia yang tak muda lagi, orang-orang didalam balai pun berusaha untuk membawa nenek tua itu keatap balai ijambe dengan berharap ada pertolongan, ketika nenek tua itu sampai diatap balai ijambe, ia pun melantunkan syair :


Tu‘u erang hila kuki nanyu nyiang lengan,tuu ueh makis,nunuk pakun nunuk,daya puang iyuh keu kuai alang inre,puang iyuh pinu itung kuai gunyeh malunyangan kurap. tuu budu dintung aku nganrei watang tenga,dulan nate aku nunup sa pakun nunup. tuu bangat nyiang lengan aku anak nanyu isa,daya welum ngaraerai tanan huru sa waleng wakis. tuu bangat udeu-udeu,naun idung anak jarang,daya puang mari basa aku bungsu lungai erai,puang ngapahapus unru,welumku ngaraerai. tu‘u bangat udeu-udeu naun unru lungai wahai,daya suwu-suwu lengan gading sa nini gawing. ware patategei lengen naun ninu pakakait kingking,nampan mira pakat,mira kia,huyung jangkau.


Arti :
aku terpanggil melagukan kegembiraan ini,karena sudah pasti kemenangan itu. tak perlu diingat hal yang terjadi,jangan diingat segala hal yang mengerikan itu. aku tidak dapat berperang,aku hanya menonton kejadian itu. karena baiknya suaraku,sehingga mereka kagum. aku menyanyi seperti ini karena ditinggal oleh mereka yang sudah tiada. wahai kalian yang pemberani,jangan gentar karena suara mandau yang berdesingan,mari bersatu padu,seia sekata,searah setujuan mencapai kemenangan.

Semua terdiam, keajaiban pun sedikit demi sedikit datang, para pemuda dan pangkalima berubah menjadi gagah perkasa siap bertarung sampai mati, semua pun bersama-sama berteriak kencang serta mencabut mandau dari pinggang dan siap berperang sebagai seorang kasatria, terdengar teriakan dari pihak musuh, ...BALA MANYAN... yang berarti pasukan dayak ma'anyan sudah siap berperang. tebasan, bacokan menggila, bala seratus tak mampu melawan ganasnya para pasukan dayak ma'anyan. Berbalik penyerang sekarang menjadi yang diserang, para penyerang mencoba mundur melarikan diri dari kampung telang, namun para kasatria dayak ma'anyan tak akan melepaskan begitu saja, tepat didaerah JUWUNG SALELEI pembantaian massal terjadi, tanah yang semula berwarna kuning muda berubah menjadi coklat oleh darah yang mengalir dari mayat-mayat yang bergelimpangan, dari seratus pasukan musuh hanya disisakan satu orang untuk hidup untuk menjadi saksi pertarungan itu. JUWUNG SALELEI, kecamatan paju epat, kabupaten barito timur nama tempat/daerah pertempuran hebat itu, konon sampai saat ini di daerah juwung salelei, tanah nya masih berwarna coklat yang berubah akibat darah oleh pembantaian yang mengerikan itu.

DITULIS OLEH : WAHYU HADRIANTO, S.Th

Jumat, 01 Maret 2019

PANGUNRAUN PITU

Banyak yang tidak mengetahui apa itu pangunraun pitu? Karena yang selama ini yang selalu dibicarakan adalah uria pitu. Lalu siapa pangunraun pitu ini, dan apa yang menjadikan pangunraun pitu begitu dihormati bagi bangsa Ma'anyan. 
Begini ceritanya :
Setelah berakhirnya perang besar di Nansarunai tahun 1362, seluruh bangsa Ma'anyan yang tersisa, yang selamat kemudian melanjutkan hidup dibawah kepemimpinan 12 pangunraun yang tidak lain adalah anak-anak dari datu dan dara. Dengan kepemimpinan 12 pangunraun bangsa Ma'anyan yang tersisa kembali hidup dalam damai, keinginan untuk membentuk kerajaan lagi sudah tidak memungkinkan lagi 12 pangunraun pun tidak selamanya mampu menjaga bangsa Ma'anyan yang tersisa itu, maka berkumpullah para pangunraun dan tetua-tetua untuk mencari jalan keluarnya, keputusan yang sangat sulit harus dipilih adalah bangsa Ma'anyan akan memulai perjalanan panjang mengembara kearah yang tak tahu kemana, dengan harapan yaitu kehidupan yang lebih baik. Namun, ditengah kepemimpinan 12 pangunraun, Dengan berat hati 4 pangunraun yaitu :

1. Engko
2. Engkai
3. Liban, dan
4. Bangkas
Mereka memutuskan berangkat, ikut bersama-sama dengan saudara mereka yang kembali ke tane punei lului (madagaskar) dan Patih Raja Muda Panning pergi lagi kedaerah Tanjung Negara dan kemudian setelah terbentuknya perkampungan baru oleh para uria dan patis, Patih Raja Muda Panning pergi ke daerah Hadiwalang atau sekarang disebut desa Bagok (Kecamatan Banua Lima, Kabupaten Barito Timur) dan kemudian pindah lagi ke Tanjung Negara, yang konon Patih Raja Muda Panning kemudian menjadi tokoh lagendaris yang disebut Lambung Mangkurat (kisah ini perlu diteliti lagi supaya tidak ada dusta dalam sejarah). 
Dengan berangkatnya ke 5 pangunraun, maka yang tersisa hanya tujuh pangunraun dan mereka inilah yang disebut PANGUNDRAUN PITU (PANGUNDRAUN TUJUH) yaitu : 
1. Pangeran Jarang,
2. Pangeran Idong
3. Kinurung
4. Anyawungan
5. Limong
6. Masiliawong, dan 
7. Mantir Kaki
ketujuh pangunraun ini lah yang setia menjaga seluruh bangsa Ma'anyan yang tersisa di bekas kerajaan nansarunai hingga sampai waktu para pemimpin baru yang diberi gelar kehormatan yaitu uria dan patis, siap memikul tanggung jawab yang lebih berat dari pangunraun pitu yakni membawa bangsa Ma'anyan ketempat yang lebih baik, bertahun-tahun dibawah didikan para pangunraun pitu, yang dengan setia mengajarkan tentang tata susila, adat istiadat bangsa Ma'anyan dan norma-norma kemasyarakatan yang pada akhirnya akan wajib diwariskan bagi seluruh bangsa Ma'anyan dan hingga waktunya ditempat yang baru. Telah tiba masa yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh bangsa Ma'anyan, yaitu pemimpin baru yang akan membawa mereka ketempat yang baru, dan terpilihlah uria sebanyak 7 orang yang disebut uria pitu dan patis sebanyak empat puluh yang disebut patis epat pulu, mereka inilah yang akan menjadi pemimpin baru, yang siap membawa seluruh bangsa Ma'anyan untuk melalui perjalanan panjang menuju daerah baru yang lebik baik, dengan terpilihnya para pemimpin baru ini, maka seluruh tanggung jawab bangsa Ma'anyan diserahkan oleh pangunraun pitu kepada uria pitu dan patis epat pulu, seketika itu juga pangunraun pitu akhirnya moksa, apa itu moksa? Yaitu pangunraun pitu tidak wafat tetapi langsung kembali ke hiyang piumung jaya pikuluwi. Pangunraun pitu bagi bangsa Ma'anyan sangat di kagumi akan kesalehannya dan ketaatannya kepada bangsa Ma'anyan, tanah air dan Hiyang Piumung Jaya Pikuluwi (Tuhan Yang Maha Esa). Pangunraun pitu menjadi teladan tata susila, adat istiadat dan norma-norma kemasyarakatan. Semua yang diajarkan oleh pangunraun pitu adalah untuk menciptakan adanya rasa aman, damai dan sejahtera dan itu menjadi warisan berharga kepada seluruh keturunan bangsa Ma'anyan sampai saat ini.

DITULIS OLEH : WAHYU HADRIANTO, S.Th

KERAJAAN SARANJANA

Kerajaan SARANJANA adalah Kerajaan suku Ma'anyan yang tidak bisa dipisahkan dari ke-Ma'anyan-an itu sendiri, ia melekat sebagai identitas dengan keabadiannya. bekas Negara SARANJANA itu sangat begitu angker, bahkan orang kota baru, tanah laut,tanah bumbu dan sekitarnya mengeramatkan nya bahkan mereka menyebutkan Saranjana itu ada hubungannya dengan lagenda kerajaan pulau halimun.
inilah kisahnya :
Setelah perpisahan besar, setelah kemenangan dari pihak Ma'anyan saat perang ditanjung negara (cikal bakal kerajaan Banjar), perang balas dendam dan mengusir penguasaan kerajaan Majapahit dari tanah Nansarunai, masyarakat Ma'anyan pun berpisah, dalam perpisahan yang mengharukan itu, Bangsa Ma'anyan terbagi kebeberapa wilayah yaitu :

1. kelompok Ma'anyan Madagaskar yang ikut datang membantu dalam peperangan itu kembali ke Madagaskar beserta dengan masyarakat Ma'anyan dari Nansarunai. masyarakat M'anyan ini ikut bersama dan memutuskan untuk hidup di Madagaskar. dari masyarakat Ma'anyan yang ikut itu, ikut pula empat Pangundraun, yaitu :
a. Engko
b. Engkai
c. Liban, dan
d. Bangkas

2. kelompok masyarakat bangsa Ma'anyan dibawah pemerintahan tujuh pangunraun atau dalam sejarah bangsa Ma'anyan disebut PANGUNDRAUN PITU, yaitu :
a. Pangeran Jarang,
b. Pangeran Idong
c. Kinurung
d. Anyawungan
e. Limong
f. Masiliawong, dan 
g. Mantir Kaki
kelompok masyarakat bangsa Ma'anyan ini pergi kearah pahuluan dan membangun sistem perkampungan yaitu Paju Epat yaitu empat kampung, Kampung Sapuluh yaitu sepuluh kampung dan Banua Lima yaitu lima kampung, sejaran ini kemudian dikenal dengan sebutan uria pitu (uria tujuh) dan patis epatpulu (patis empat puluh), para uria dan patis dipersilahkan untuk membawa bangsa maanyan, kewilayah masing-masing sesuai dengan wilayah yang sudah di tentukan oleh pangundraun pitu (pangundraun tujuh), perpisahan ini kemudiam bangsa maanyan terbagi ke beberapa wilayah, mengikuti petunjuk dari setiap uria dan patis, adapun wilayah-wilayah yang menjadi tempat para uria dan patis membangun sebuah kampung adalah :

a. Uria Nata atau Uria Napulangit (beragama Islam) ke Telang dan Siong.
b. Uria Ganting ke Murutuwu.
c. Uria Mawuyung ke Balawa.
d. Uria Puneh ke Taboyan, Lawangan Bawo.
e. Uria Pulang Giwa ke Kahayan dan Kapuas.
f. Uria Rantau atau Retan ke Sungai Karau.
g. Uria Putera ke Dusun Sahimin.

salah satu dari uria diatas, ia kemudian memilih pergi arah yang sekarang disebut sebagai kabupaten kota baru yang terletak di pulau laut. kelompok masyarakat Ma'anyan ini kemudian menetap di daerah samihim, yang kemudian disebut DAYAK SAMIHIM, dayak samihim sekarang berada di daerah kecamatan pamukan utara, kabupaten kota baru kalimantan selatan. Bangsa Ma'anyan atau DAYAK SAMIHIM ini dipimpin oleh URIA PUTERA. Uria Putera ditugaskan oleh PANGUNDRAUN PITU untuk menjadi pemimpin Kelompok bangsa Ma'anyan yang pergi kearah tanah laut, untuk mencari kehidupan baru, yang tentunya harapan itu adalah , mendapatkan kehidupan yang damai dan sejahtera. setelah menempuh perjalanan panjang dari daerah danau halaman, maka sampailah mereka disebuah daerah dipinggiran laut, disitulah kemudian mereka membuat sebuah permukiman bangsa maanyan baru, yang saat ini ada didaerah SAMIHIM. bangsa Ma'anyan Samihim atau DAYAK SAMIHIM ini lah yang kemudian membangun sebuah kerajaan Ma'anyan yang baru diwilayah pulau laut yang bernama SARANJANA dengan menggunakan hukum adat Ma'anyan.

bangsa Ma'anyan di daerah samihim atau atau yang lebih dikenal dengan sebutan DAYAK SAMIHIM ini dalam perkembangan nya, dibawah pemimpin URIA PUTERA, seperti yang diceritakan diatas, mereka mendirikan sebuah kerajaan yang mereka namakan kerajaan SARANJANA. (Memang perlu penelitian lebih lanjut tentang kerajaan SARANJANA ini supaya tidak ada dusta dalam sejarah. Kerajaan SARANJANA ini berkembang pesat, bahkan ada rumor menceritakan bahwa,  kemegahan kerajaan SARANJANA di tanah laut mampu menandingi kemegahan dari kerajaan BANJAR, yaitu saudara sedarah bangsa Ma'anyan yang beragama Islam. 
    Pada periode yang mengisahkan kehancuran dari kerajaan SARANJANA, ada berbagai versi menceritakan Kehancuran kerajaan SARANJANA ini, salah satunya, ada rumor bahwa kerajaan SARANJANA ini MALIMUNAN ( malimunan adalah ilmu menghilang baik orang maupun kampung, setelah menghilang mereka tetap hidup seperti orang yang hidup normal di dunia manusia namun berada di alam dan dunia yang berbeda atau disebut alam gaib), namun masyarakat kerajaan SARANJANA yang tidak ikut Malimunan bersama kerajaan SARANJANA tetap menjadi manusia yang hidup di dunia manusia, yang sekarang bernama suku MA'ANYAN SAMIHIM atau DAYAK SAMIHIM. suku Ma'anyan samihim atau DAYAK SAMIHIM masih hidup sampai sekarang ini yang berada di kecamatan pamukan utara kabupaten kota baru provinsi Kalimantan Selatan, mereka ini adalah saudara sedarah dari suku Dayak Ma'anyan yang ada didaerah Barito timur, Barito Selatan, suku Marina malagasy di Madagaskar dan suku bangsa banjar yang berada di kalimantan selatan, dan sebuah keniscayaan bahwa kerajaan SARANJANA itu adalah kerajaan bangsa Ma'anyan. sekali lagi bahwa letak kerajaan Saranjana itu berada di kabupaten Kota Baru, Provinsi Kalimantan Selatan.

ditulis oleh : WAHYU HADRIANTO, S.Th