Minggu, 10 Maret 2019

PUSAKA KEDAMUNGAN DAYU " GELANG GANER DAN WATU MARUEI"

A. KEDAMUNGAN DAYU
Kerajaan Kedamungan Dayu merupakan Kerajaan pertama yang berdiri di wilayah baru bangsa Ma'anyan, wilayah baru tersebut yaitu Banua Lima, Kampung Sapuluh dan Paju Epat, dan merupakan kerajaan kedua setelah kerajaan NANSARUNAI. Berdirinya kerajaan kedamungan dayu itu sendiri bermula ketika beberapa penduduk dari Paju epat memutuskan untuk membangun sebuah tempat baru dan terpisah dari Paju epat, tempat baru tersebut kemudian dinamakan DAYU LASI MUDA (sekarang desa Dayu kecamatan karusen janang kabupaten Barito Timur). perkembangan didaerah Dayu Lasi Muda semakin hari semakin berkembang pesat. muncul suatu gagasan sekaligus harapan dari penduduk Ma'anyan Dayu Lasi Muda untuk memanggil para Uria dan patis yang kemudian bermusyawarah bahwa, dalam musyawarah itu penduduk Ma'anyan dari Dayu Lasi Muda ingin membangun sebuah Kerajaan Ma'anyan di wilayah Ma'anyan yang baru itu, dengan mengangkat DAMUNG sebagai Raja, dan dengan berdirinya kerajaan baru ini pula ditawarkan model kepemimpinan baru ditanah Ma'anyan. Jika dimasa lalu kerajaan Bangsa Ma'anyan yang bernama kerajaan NANSARUNAI di pimpim oleh Raja yang bergelar DATU untuk laki-laki dan Permaisuri bergelar DARA. Maka, Kerajaan baru ini DAMUNG sebagai RAJA yang berkuasa. Dengan persetujuan dan restu dari para Uria dan Patis, segera dibangunlah sebuah kerajaan Ma'anyan di wilayah tanah Ma'anyan baru, karena DAMUNG sebagai Raja yang memimpin maka kemudian Kerajaan baru ini dinamakan KEDAMUNGAN DAYU, dan Kedamungan Dayu terpisah dari Paju epat, Banua lima dan kampung sapuluh, dan Kedamungan Dayu disebut sebagai PAJU ISA. kenapa dinamai dengan paju isa? karena mengingat pesan dari PANGUNDRAUN PITU saat berada di DANAU HALAMAN bahwa bangsa Ma'anyan diharapkan jangan membangun lagi sebuah kerajaan Ma'anyan, karena salah satu alasan jika terjadi peperangan seperti yang terjadi di Kerajaan NANSARUNAI, bangsa Ma'anyan belum tentu mampu bertahan dan melawan, bahkan bisa jadi Bangsa Ma'anyan akan musnah (GENOSIDA) tanpa tersisa satupun yang hidup oleh musuh yang tidak tahu kapan dan dimana saat mereka menyerang. cukup lah bangsa Ma'anyan hidup dalam wilayah Banua Lima, Kampung Sapuluh dan Paju Epat. jadi, Paju Isa ini lah yang kemudian dibentuk dan terpisah dari tiga wilayah besar Ma'anyan yang sudah di rancang oleh Pangundraun Pitu, agar di bangunnya kerajaan baru ini tidak merusak rancangan yang sudah disusun oleh para Pangundraun Pitu, serta dibentuknya Paju Isa ini untuk menghormati para Pangundraun Pitu. kedamungan Dayu ini kemudian mengangkat seorang Damung sebagai Raja Kedamungan Dayu dan memiliki singgasana yang bernama lewu hante. Namun, Damung-Damung kemudian yang dipercayakan menjadi seorang Raja yang memimpin di Kerajaan KEDAMUNGAN DAYU adalah keturunan dari Damung sebelumnya. Tidak dari keturunan Damung diluar silsilah keturunan KEDAMUNGAN DAYU. Damung pertama yang menjadi raja di kedamungan dayu adalah bernama URIA BIRING yang kemudian bernama DAMUNG ULUI UNDRO yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah Damung yang turun dari khayangan (Ului = turun, Undro = khayangan). setelah Damung Ului Undro menjadi raja di kedamungan dayu, damung Ului Undro juga mempunyai tugas suci karena, Damung Ului Undro merupakan satu dari tujuh URIA (URIA PITU), mereka adalah orang-orang pilihan yang dipilih langsung oleh pangundraun pitu untuk membawa tugas suci yaitu membawa Hukum Adat Ma'anyan, Hukum Adat Ma'anyan tentang Kehidupan dan Hukum Adat Ma'anyan tentang Kematian kedaerah dimana tempat para Uria dan Patis Berdiam, begitu juga Damung Ului Undro membawa Tugas suci itu ke Dayu Lasi Muda, tugas suci ini diberikan ketika perpisahan besar di daerah terakhir tempat berkumpulnya seluruh keturunan dan masyarakat dari kerajaan NANSARUNAI, sebelum berpisah menuju tempat yang baru, dengan harapan adanya kedamaian dan kesejahteraan disana. daerah itu bernama DANAU HALAMAN. perpisahan besar itu kemudian dinamakan URIA PITU DAN PATIS EPAT PULU (URIA 7 DAN PATIS 40), dan nama itu menjadi abadi dalam sejarah perjalanan Bangsa Ma'anyan.

B. GALANG GANER DAN WATU MARUEI
Salah satu pusaka keagungan kedamungan dayu adalah gelang ganer dan watu maruwei, Pusaka adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan suatu benda yang dianggap sakti atau keramat. Biasanya benda-benda yang dianggap keramat di sini umumnya adalah benda warisan yang secara turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang. watu maruwei itu berbentuk sebuah batu yang tersembunyi di dasar sungai dayu tepatnya di daerah yang bernama lubuk wenu yang konon hanya orang-orang yang sudah terpilih mampu mengangkatnya, serta saat mengangkat watu maruei, watu maruei tidak boleh terangkat sampai keluar dari air, karena jika keluar dari air maka akan terjadi malapetaka (dalam bahasa Ma'anyan disebut rume) sedangkan gelang ganer tergantung rapi ditiang soko guru atau tiang tengah, yang tepat berada dibawah guci/belanai/bangah tempat berdiamnya tokoh Ma'anyan kedamungan dayu yang bernama ABEH, di dalam balai Abeh yang berada di daerah yang bernama pulau amie.

C. PERAN GALANG GANER DAN WATU MARUEI UNTUK KEDAMUNGAN DAYU
Pada masa lalu kedua pusaka ini sangat menentukan bagi para pendekar dari kedamungan dayu untuk pergi berperang, kedua pusaka ini merupakan tempat seleksi siapa yang dianggap mampu untuk berangkat berperang. Sebelum berangkat untuk berperang, para pendekar harus diuji terlebih dahulu yaitu para pendekar memasukan tangan kedalam gelang ganer yang ada di balai abeh, jika tangan masuk maka pendekar tersebut diperbolehkan untuk berangkat berperang, sedangkan jika tangan si pendekar tidak bisa masuk kedalam galang ganer, maka sipendekar itu dipersilahkan dengan hormat untuk mengurungkan niatnya untuk berangkat berperang, setelah dilakukan seleksi di balai abeh, para pendekar yang sudah lulus seleksi dan dipercaya dapat pergi berperang, dengan restu dari damung, para pendekar ini langsung terjun ke sungai dayu di daerah yang bernama lubuk wenu untuk mengangkat watu maruwei yang berada didasar sungai, guna dari watu maruei ini adalah sebagai tempat para pangkalima mengasah senjata ama'ng atau mandau mereka sampai setajam-tajamnya. Setelah para pendekar selesai mengasah ama'ng atau mandau mereka di watu maruei, mereka kembali menghadap damung yang sebagai raja dari kedamungan dayu untuk melakukan ritual memohon restu para leluhur serta memohon perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa agar para pendekar yang sudah siap berangkat berperang selalu dilindungi, setelah semua selesai, para pendekar siap untuk berangkat berperang.
DITULIS OLEH : WAHYU HADRIANTO, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar