Jumat, 09 Maret 2012

TAMBAK BUGAWAN DIME

sangat menarik jika kita ingin lebih dalam mempelajari silsilah dari sejarah bangsa Ma'anyan, salah satu ketertarikan saya yaitu kelompok masyarakat bangsa Ma'anyan Paju Epat. dari pembagian paju epat, banua lima dan kampung sepuluh, wilayah paju epat merupakan tempat berkumpulnya para pembesar serta keturunan dari bangsawan kerajaan Nansarunai. hal ini pula yang membedakan kelompok paju epat dengan kelompok banua lima dan kampung sapuluh. sangat menarik jika kita bisa mengetahui lebih dalam silsilah keturunan Paju Epat ini. Dikalangan suku dayak maanyan paju epat, dimana tradisi upacara ijambe ini masih dipertahankan, maka susunan masyarakatnya tersiri dari beberapa lapisan, yang dapat dianggap selaku klas-klas dalam masyarakat. Dalam tradisi, ditemukan sekurang-kurangnya 7 klas dalam masyarakat ini yang terdiri dari tingkat :
1.   Mangku
2.   Patinggi
3.   Jaksa
4.   Giritan
5.   Singa langgawa
6.   Jarang bayohan
7.   Mangasiau (masiau)
Setiap tingkatan mempunyai tambaknya sendiri. Tambak adalah tempat penyimpanan tulang-tulang setelah melalui proses pembakaran dalam upacara ijambe.
1.   Tambak mamandi di diami oleh klas singa langgawa dan giritan
2.   Tambak tumenggung didiami oleh jarang bayohan
3.   Tambak patinggi rambe didiami oleh masiau dan sebagainya
Disamping adanya tingkat-tingkat tersebut, terdapat pula klas-klas terendah yang disebut putak-walah (klas budak). Mereka ini tidak mempunyai tambak. Tulang-tulang orang klas putak walah di masukan kedalam belanga. Biasanya dalam upacara ijambe, klas inilah yang diwajibkan menjadi penjaga obor atau dalam bahasa maanyan disebut panyingi ramai, semacam alat penerangan yang terbuat dari damar.
Sejak tahun 1963, perbedaan-perbedaan tersebut sudah dihilangkan dan tidak terdapat lagi bermacam-macam tambak dikampung balawa, melainkan semuanya dijadikan dalam satu tambak yang dimanakan TAMBAK BUGAWAN DIME.
Kata bugawan berasal dari kata sangskrit bhagawan yang berarti orang suci atau pendeta, yang didalam bahasa Indonesia kemudian menjadi kata Begawan dan bagawan.
Tambak ini disebut bugawan dime, karena ia merupakan penggabungan dari lima tambak yang sampai saat itu masih utuh dan terpelihara.


Disusun Oleh : Wahyu Hadrianto, S.Th
Sumber : Ukur, Fridolin, Peninjau, Lembaga Penelitian dan Studi — DOL Jakarta, 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar